Pariaman — Konflik pertanahan dapat terjadi di berbagai tempat, baik antarwarga, antara masyarakat dengan perusahaan, maupun dengan pemerintah. Jika tidak ditangani dengan tepat, permasalahan ini dapat berkembang menjadi sengketa berkepanjangan yang merugikan semua pihak.
Sebagai wujud hadirnya negara dalam memberikan kepastian hukum, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Kantor Pertanahan berperan penting dalam menyelesaikan konflik pertanahan melalui mekanisme mediasi.
BPN bertindak sebagai penengah yang netral dan profesional dengan prinsip:
-Mendengarkan semua pihak yang bersengketa,
-Menjembatani kepentingan masing-masing pihak, dan
-Merumuskan solusi yang adil bagi semua pihak.
Landasan hukum mediasi ini tercantum dalam Pasal 43 ayat (1) dan Pasal 44 ayat (5) Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Berbeda dengan penyelesaian melalui pengadilan, mediasi memberikan alternatif penyelesaian yang lebih cepat, sederhana, dan efisien. Kehadiran BPN dalam mediasi bukan hanya sebatas mengurus administrasi pertanahan, melainkan juga menjaga harmoni sosial agar tanah dapat menjadi sumber kesejahteraan, bukan perselisihan.
Tahapan Mediasi Konflik Pertanahan
1.Pengajuan Permohonan
Proses mediasi dimulai dengan pengajuan permohonan resmi dari pihak yang bersengketa kepada Kepala Kantor Pertanahan.
2.Verifikasi dan Klarifikasi
Kantor Pertanahan melakukan verifikasi dokumen, memanggil para pihak untuk klarifikasi, serta melaksanakan penelitian administrasi maupun lapangan guna memperoleh gambaran menyeluruh mengenai pokok permasalahan.
3.Pelaksanaan Mediasi
Para pihak dipertemukan dalam forum resmi yang difasilitasi oleh mediator dari Kantor Pertanahan. Mediator bersikap netral dan berupaya membantu para pihak mencapai kesepakatan terbaik.
4.Penyampaian Hasil Mediasi
Kesepakatan tercapai: akan dibuat Akta Perdamaian
Kesepakatan tidak tercapai: penyelesaian dapat dilanjutkan melalui jalur pengadilan.
Dengan mekanisme mediasi, konflik pertanahan tidak selalu harus berakhir di pengadilan. Melalui dialog yang difasilitasi secara adil dan profesional, solusi dapat ditemukan, kepastian hukum dapat diwujudkan, serta ketenteraman masyarakat dapat tetap terjaga.
